GRB Project – Tak semua kisah sukses dimulai dengan kemewahan dan koneksi. David memulai perjalanannya dari kamar kos kecil. Bermodalkan semangat dan bahan-bahan herbal, David menciptakan Hairum, produk perawatan rambut lokal. Ia tak punya tim ahli atau investor saat itu. Hanya ada keyakinan dan pengalaman pribadi tentang rambut rontok. Ia mencoba membuat tonik dari lidah buaya, jahe, dan minyak kemiri. Formulanya disempurnakan terus hingga menemukan hasil terbaik. Produk awal hanya ia bagikan ke teman-teman. Namun testimoni positif mulai bermunculan secara organik. Ia lantas memutuskan menjualnya lewat media sosial. Promosi awal dilakukan lewat story dan ulasan sukarela. Tak disangka, produk ini langsung mendapat atensi besar. Banyak anak muda merasa cocok dan merekomendasikannya. Dari sanalah Hairum perlahan menanjak dan dikenal luas.
David tak sekadar menjual produk untuk untung cepat. Ia memulai semuanya karena punya masalah rambut sendiri. Kerontokan parah membuatnya kehilangan rasa percaya diri. Ia mencari solusi di pasaran, tapi tak menemukan yang cocok. Dari situlah muncul ide untuk membuat sendiri. Ia meneliti bahan alami yang biasa dipakai masyarakat lokal. Lalu ia uji coba resepnya di rambut sendiri setiap malam. Setiap kali gagal, ia mencatat dan mencoba ulang. Ia juga membandingkan hasil pada teman-temannya yang ikut mencoba. Pelan-pelan formulanya disempurnakan hingga lebih efektif. Kini, produk Hairum tak hanya menghentikan rontok, tapi juga menumbuhkan rambut baru. Keberhasilan ini datang dari pemahaman mendalam terhadap kebutuhan nyata. Hairum lahir bukan dari tren, tapi dari pengalaman dan eksperimen.
“Baca Juga : Komunitas Relawan Peduli Hewan Jalanan, Inspirasi Kegiatan Untuk Pecinta Hewan”
Hairum bukan hanya soal isi produknya. Brand ini juga kuat dari segi visual dan makna. Nama “Hairum” sendiri gabungan kata hair dan rum, artinya rumah. David ingin menekankan bahwa perawatan rambut terbaik dimulai dari rumah sendiri. Desain kemasan dibuat minimalis tapi berani. Warna dominan putih dan hijau menunjukkan kesegaran. Tak ada elemen glamor yang membingungkan pengguna. Semuanya terasa jujur dan membumi. Untuk promosi, Hairum mengandalkan konten edukasi. Bukan hanya iklan, tapi juga tips perawatan rambut harian. Semua dikemas dalam gaya santai khas anak muda. Tak jarang, Hairum juga mengadakan sesi live interaktif. Di situ pengguna bebas bertanya dan berbagi cerita rambut mereka. Pendekatan ini membentuk komunitas yang loyal dan terus tumbuh.
Saat banyak brand berlomba mencari pendanaan, David memilih jalur berbeda. Ia membangun Hairum secara organik dari bawah. Semua dimulai dari satu produk, satu batch kecil. Ia kemas sendiri, kirim sendiri, dan tangani semua komplain langsung. Seiring waktu, ia merekrut teman-temannya sebagai tim awal. Mereka belajar bersama soal produksi, pemasaran, hingga customer service. Tidak ada kantor besar, hanya rumah kecil yang disulap jadi pusat operasional. Penjualan meningkat dari ratusan ke ribuan botol tiap bulan. Bahkan kini Hairum sudah masuk ke toko-toko kosmetik lokal. Semua itu terjadi tanpa iklan mahal atau artis endorse. Hanya kepercayaan konsumen dan konsistensi pelayanan. Brand ini jadi bukti bahwa ketulusan bisa jadi strategi bisnis jangka panjang.
“Simak juga: Relawan Dorong Silaturahmi Prabowo–Mega Lewat Aksi Sosial“
Kesuksesan Hairum memberi semangat baru bagi pelaku usaha muda. Banyak orang yang sebelumnya ragu kini berani memulai dari kecil. David diundang ke berbagai forum UMKM untuk berbagi cerita. Ia juga mulai mengembangkan varian baru untuk berbagai jenis rambut. Tak hanya itu, ia aktif mengkampanyekan penggunaan bahan alami lokal. Misalnya minyak kemiri dari petani lokal atau ekstrak lidah buaya dari Jawa Timur. Hairum mulai menciptakan rantai pasok yang melibatkan banyak pelaku kecil. Inilah bentuk keberlanjutan dari usaha yang dimulai sendiri. Sekarang, Hairum bukan hanya soal rambut. Ia menjadi simbol kemandirian, keberanian, dan cinta produk lokal. Dalam banyak hal, Hairum menginspirasi generasi muda untuk berkarya sesuai nilai mereka sendiri. Bukan mengikuti pasar, tapi menciptakan pasar sendiri dari kebutuhan yang nyata.