GRB Project – Di balik hiruk-pikuk kota, kehidupan anak jalanan tetap jadi isu yang kerap luput dari perhatian. Mereka hidup tanpa jaminan keamanan, pendidikan, atau kasih sayang yang memadai. Save Street Child hadir sebagai respons atas kenyataan itu. Organisasi ini berdiri dengan tujuan sederhana namun mendalam: memberi harapan baru lewat pendidikan. Lewat berbagai program, anak-anak yang sebelumnya terpinggirkan mulai mengenal dunia yang lebih luas dan penuh kemungkinan.
Save Street Child percaya bahwa pendidikan adalah alat utama pembebasan. Oleh karena itu, mereka mulai dari yang paling dasar. Membaca, menulis, berhitung menjadi fokus awal sebelum melangkah lebih jauh. Relawan yang datang tidak hanya mengajar, tapi juga menjadi teman dan pendamping. Anak-anak jalanan butuh pendekatan yang berbeda dari sekolah formal. Metode yang digunakan harus fleksibel, sabar, dan berbasis empati.
“Baca Juga : Komunitas Sosial Budaya: Pengertian dan Kegiatan Relawan Dalam Pelestarian Budaya”
Tak semua anak bisa langsung kembali ke sekolah formal. Karena itu, Save Street Child juga membuka kelas keterampilan. Di sini, anak-anak belajar menjahit, menggambar, membuat kerajinan tangan, bahkan memasak. Kelas ini tidak hanya menambah kemampuan praktis, tapi juga membangun rasa percaya diri. Mereka mulai menyadari bahwa diri mereka punya potensi. Dengan dukungan yang tepat, potensi itu bisa berkembang dan bermanfaat.
Anak jalanan terbiasa hidup dalam tekanan dan ketidakpastian. Maka, organisasi ini juga fokus menciptakan ruang aman. Tempat ini bukan sekadar lokasi belajar, tapi juga tempat beristirahat, bermain, dan merasa dihargai. Di dalamnya, tidak ada kekerasan, tidak ada intimidasi. Anak-anak bebas menjadi diri sendiri tanpa takut dihukum. Suasana hangat dan ramah membantu proses belajar menjadi lebih menyenangkan dan efektif.
“Simak juga: Di Balik Wangi Teh: Cerita Sang Pengusaha Minuman Tradisional”
Kehidupan jalanan menyisakan luka mental yang tidak bisa disembuhkan dengan pelajaran semata. Oleh karena itu, Save Street Child juga menghadirkan pendampingan psikologis. Psikolog dan relawan konselor membantu anak-anak mengungkap trauma dan mengelolanya. Pendekatan ini dilakukan perlahan dan penuh kesabaran. Anak-anak diajak mengenali perasaan mereka, memahami pengalaman buruk, dan belajar cara menyikapinya dengan sehat.
Program pendidikan tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan lingkungan sekitar. Save Street Child berusaha membangun jembatan dengan keluarga dan komunitas. Banyak anak yang kembali ke rumah setelah bertahun-tahun hidup di jalan. Keluarga pun diberikan pendampingan agar mampu menjadi sistem pendukung yang baik. Selain itu, warga sekitar juga dilibatkan dalam berbagai kegiatan, agar tumbuh kesadaran kolektif untuk menjaga anak-anak tersebut.
Organisasi ini sangat bergantung pada peran relawan. Mereka datang dari berbagai latar belakang dan usia. Ada guru, mahasiswa, bahkan profesional yang menyisihkan waktunya untuk terlibat. Para relawan bukan hanya pengajar, tapi juga menjadi pendengar, pendamping, dan inspirasi bagi anak-anak. Komitmen dan ketulusan mereka menciptakan ikatan yang kuat. Anak-anak merasa diperhatikan dan dihargai tanpa syarat.
Selain pendidikan formal dan keterampilan, anak-anak juga diajak mengekspresikan diri melalui seni. Mereka menggambar, menari, menulis puisi, dan bermain musik. Kegiatan ini bukan hanya hiburan, tapi juga sarana penyembuhan. Ekspresi kreatif membantu anak-anak menyampaikan perasaan yang sulit diungkap dengan kata-kata. Dengan begitu, mereka perlahan pulih dari luka batin dan menemukan kembali jati diri mereka.
Agar semua program bisa berjalan, Save Street Child aktif menggalang dana. Mereka menggelar kampanye di media sosial, bekerja sama dengan lembaga donatur, dan mengadakan acara amal. Transparansi dan akuntabilitas dijaga agar publik tetap percaya. Masyarakat diajak untuk berpartisipasi, baik lewat donasi, waktu, maupun keahlian. Dukungan publik menjadi bahan bakar utama gerakan ini untuk terus menyala.
Hasil kerja Save Street Child tidak hanya tercatat di laporan tahunan. Perubahan nyata bisa dilihat langsung di lapangan. Anak-anak yang dulunya mengamen kini bisa membaca. Mereka yang dulu tidur di trotoar kini punya mimpi. Banyak yang kembali ke sekolah, mendapatkan beasiswa, atau bahkan menjadi relawan untuk generasi berikutnya. Proses itu memang panjang, tapi setiap langkahnya membawa harapan baru.