
GRB Project – Laporan terbaru menunjukkan ketimpangan gender global 2025 tetap tinggi di berbagai negara dan sektor kehidupan.
Laporan ketimpangan gender global 2025 menggambarkan kemajuan yang lambat dan tidak merata. Banyak negara mencatat perbaikan di pendidikan, tetapi ketimpangan di pekerjaan dan politik masih besar. Bahkan, sejumlah indikator justru stagnan.
Berbagai organisasi internasional menegaskan target kesetaraan gender 2030 terancam gagal. Ketimpangan gender global 2025 terlihat jelas dari data kesenjangan upah, partisipasi kerja, dan representasi di parlemen. Namun, terdapat juga negara yang menunjukkan reformasi kebijakan berani.
Di sektor pendidikan, ketimpangan gender global 2025 menunjukkan perempuan muda semakin banyak menyelesaikan pendidikan menengah. Di banyak negara, tingkat kelulusan perempuan sudah melampaui laki-laki. Meski begitu, jurusan yang dipilih masih tersegregasi.
Perempuan masih kurang terwakili di bidang STEM, seperti sains, teknologi, teknik, dan matematika. Karena itu, kesenjangan kompetensi digital dan teknologi tetap terasa. Sementara itu, di negara berpenghasilan rendah, anak perempuan masih rentan putus sekolah akibat perkawinan dini dan beban kerja domestik.
Data ketimpangan gender global 2025 di pasar kerja memperlihatkan celah besar antara partisipasi perempuan dan laki-laki. Angka partisipasi perempuan tertahan oleh tanggung jawab pengasuhan dan minimnya kebijakan kerja fleksibel. Akibatnya, banyak perempuan terjebak dalam pekerjaan informal tanpa perlindungan sosial.
Selain itu, kesenjangan upah gender tetap signifikan. Perempuan sering dibayar lebih rendah meski memiliki tingkat pendidikan sama atau lebih tinggi. Sementara itu, posisi manajerial dan pimpinan masih didominasi laki-laki, sehingga bias pengambilan keputusan berlanjut.
Di bidang kesehatan, ketimpangan gender global 2025 tampak pada akses layanan kesehatan reproduksi dan mental. Di beberapa negara, perempuan masih mengalami hambatan budaya dan ekonomi untuk mengakses layanan dasar. Meski angka kematian ibu menurun, kemajuannya melambat di wilayah konflik.
Sementara itu, beban kerja perawatan yang tidak dibayar masih banyak ditanggung perempuan. Namun, hanya sedikit skema jaminan sosial yang mengakui dan mengompensasi kerja perawatan tersebut. Ketimpangan ini memengaruhi kesejahteraan jangka panjang, termasuk hak atas pensiun dan tabungan hari tua.
Ketimpangan gender global 2025 di ranah politik terlihat dari rendahnya proporsi perempuan di parlemen dan kabinet. Beberapa negara memang menerapkan kuota, namun implementasinya tidak selalu efektif. Di sisi lain, kekerasan berbasis gender terhadap politisi perempuan masih sering terjadi.
Di tingkat lokal, perempuan menghadapi hambatan ganda: norma sosial patriarkal dan akses terbatas pada sumber daya politik. Namun, ketika perempuan terpilih, penelitian menunjukkan mereka cenderung mendorong kebijakan yang lebih responsif terhadap layanan publik, kesehatan, dan pendidikan.
Baca Juga: Laporan resmi terbaru tentang kemajuan kesetaraan gender global
Secara regional, ketimpangan gender global 2025 menunjukkan gambaran beragam. Kawasan Nordik tetap memimpin dalam kesetaraan, dengan kombinasi cuti orang tua, layanan pengasuhan, dan kuota politik. Namun, kesenjangan masih tampak pada kepemimpinan puncak sektor swasta.
Di banyak negara berpenghasilan menengah, akses pendidikan perempuan meningkat pesat, tetapi transisi ke pekerjaan layak tidak sebanding. Di negara berpenghasilan rendah dan wilayah konflik, ketimpangan gender global 2025 diperburuk oleh krisis kemanusiaan, pengungsian, dan kekerasan bersenjata.
Krisis iklim memperdalam ketimpangan gender global 2025, terutama bagi perempuan di pedesaan. Mereka lebih tergantung pada sumber daya alam dan sering menjadi pihak terakhir yang mendapat bantuan. Selain itu, bencana alam meningkatkan risiko kekerasan berbasis gender dan pernikahan anak.
Krisis ekonomi dan inflasi juga berdampak tidak proporsional pada perempuan. Banyak perempuan bekerja di sektor yang paling rentan terhadap pemutusan hubungan kerja. Karena ketimpangan gender global 2025 masih kuat, perempuan sering menjadi bantalan ekonomi keluarga tanpa jaring pengaman memadai.
Untuk mengurangi ketimpangan gender global 2025, pakar kebijakan menekankan pentingnya reformasi terukur. Cuti orang tua berbayar, layanan pengasuhan terjangkau, dan upah minimum layak sangat krusial. Selain itu, perusahaan perlu transparansi upah dan audit kesenjangan gender.
Pendidikan kesetaraan gender sejak dini dan kampanye mengatasi stereotip profesi juga penting. Di tingkat politik, kuota representasi perempuan harus disertai perlindungan dari kekerasan dan pendampingan kepemimpinan. Dengan demikian, ketimpangan gender global 2025 dapat ditekan secara sistemik.
Pemutakhiran data sangat vital untuk memantau ketimpangan gender global 2025. Banyak negara masih kekurangan data terpilah menurut jenis kelamin, usia, dan wilayah. Tanpa data akurat, kebijakan berisiko tidak tepat sasaran dan mengabaikan kelompok paling rentan.
Teknologi digital dapat membantu, tetapi juga berpotensi memperlebar jurang. Akses internet dan keterampilan digital yang bias gender menambah lapisan ketimpangan. Karena itu, program literasi digital yang sensitif gender menjadi bagian penting strategi mengatasi ketimpangan gender global 2025.
Menjelang tenggat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, ketimpangan gender global 2025 menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat sipil. Banyak target tampak sulit tercapai tanpa percepatan kebijakan berani dan pendanaan memadai. Di sisi lain, gerakan perempuan di berbagai negara terus menekan perubahan.
Harapan tetap terbuka jika negara, sektor swasta, dan komunitas bersedia merombak cara kerja yang bias. Investasi di pendidikan, kesehatan, pekerjaan layak, dan perlindungan sosial harus berperspektif gender. Dengan komitmen kolektif yang kuat, ketimpangan gender global 2025 dapat menjadi titik balik menuju kesetaraan yang lebih nyata bagi generasi berikutnya.