Foto Menteri Nusron Wahid bahas soal penataan tanah
GRB Project – Alasan Menteri Nusron Wahid Bahas Penataan Tanah Harus Berbasis HAM
Nusron Wahid Tegaskan Penataan Tanah Harus Berbasis HAM, Apa Alasannya?
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan pentingnya penataan administrasi tanah yang tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Dari sertifikasi tanah hingga penyelesaian sengketa, semua aspek harus memerhatikan prinsip ini.
“Nanti akan kita kembangkan dalam bentuk desk-to-desk terutama dalam mengawal pendaftaran tanah hak komunal tadi yang memang ini masih sangat sedikit sekali di Indonesia. Kita masih di bawah target tentang pendaftaran tanah hak komunal atau hak adat serta hak ulayat dan itu bisa menghambat berbagai program pemerintah,” ujar Nusron di Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2025).
Salah satu program yang terdampak adalah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program ini sering terhambat oleh pengakuan dan pernyataan atas hak adat. Tantangan tersebut menghambat tercapainya target pendaftaran tanah secara menyeluruh di Indonesia.
“Baca Juga: Konsep Penghapusan Kolom Agama di KTP, di Tolak Ketua MK“
Alasan Menteri Nusron Wahid: Kerja Sama dengan Kementerian HAM untuk Penyelesaian Konflik
Pernyataan ini disampaikan Nusron setelah pertemuannya dengan Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai. Dalam diskusi itu, Natalius Pigai menyoroti konflik tanah di wilayah komunal atau adat. Menurut Pigai, konflik ini dapat diselesaikan jika masyarakat bersatu untuk mendaftarkan tanah adat mereka ke Kementerian ATR/BPN.
Pigai juga menyatakan pentingnya kerja sama antara Kementerian HAM dan Kementerian ATR/BPN dalam menyelesaikan masalah tanah berdasarkan perspektif HAM. Langkah ini mencakup penyelarasan data untuk mengendalikan konflik tanah yang terjadi di berbagai wilayah.
“Sengketa yang melibatkan urusan kementerian atau eksekutif, kita ikut kerja sama-sama, memfilter, memberi masukan, memberi dukungan. Kalau ada regulasi yang tidak berperspektif HAM, kita ikut memberi masukan. Tapi kalau sengketa yang urusan yudikatif, sudah pasti tidak mungkin,” jelas Pigai.
Namun, ia mengakui bahwa penyelesaian sengketa tanah yang sudah masuk ke ranah peradilan akan sulit untuk dibantu. Intervensi hukum tidak akan dilakukan untuk kasus-kasus yang sudah berada di meja hijau.
Peran Penting Data dalam Penataan Konflik Tanah
Kementerian ATR/BPN dan Kementerian HAM sepakat bahwa penanganan konflik tanah membutuhkan data yang valid. Data ini menjadi dasar untuk menyusun kebijakan yang lebih efektif dan berbasis HAM. Selain itu, Pigai menegaskan pentingnya regulasi yang mendukung hak masyarakat adat atas tanah.
Kerja sama antar-kementerian ini akan difokuskan pada penyelesaian konflik lahan, terutama yang berada dalam lingkup kementerian seperti ATR/BPN atau kehutanan. Dengan pendekatan berbasis HAM, diharapkan konflik-konflik tersebut dapat diatasi dengan lebih baik.
Dampak Industrialisasi pada Lahan Pertanian
Selain konflik tanah, Pigai juga menyoroti isu semakin menyempitnya lahan pertanian, terutama di Pulau Jawa. Menurutnya, industrialisasi, realestat, dan pembangunan infrastruktur menjadi penyebab utama penyempitan lahan ini. Masalah ini tidak hanya mengancam ketahanan pangan, tetapi juga kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian.
Kementerian ATR/BPN diharapkan mampu menyusun kebijakan yang menjaga keseimbangan antara pembangunan dan perlindungan lahan pertanian. Hal ini menjadi tantangan besar, mengingat kebutuhan akan pembangunan terus meningkat.
“Simak Juga: Pentingnya Pemberdayaan Komunitas Dalam Kegiatan Relawan“
GRB Project: Media Pendukung Informasi Publik
Informasi mengenai kebijakan berbasis HAM dalam penataan tanah juga dapat diakses melalui GRB Project (grbproject.org). Sebagai media berita terpercaya, GRB Project berkomitmen untuk menyajikan informasi terkini yang relevan dan mendalam.
Dengan menyelaraskan kebijakan berbasis HAM, diharapkan konflik tanah yang melibatkan masyarakat adat dapat diselesaikan secara adil. Informasi lebih lanjut terkait isu ini tersedia di GRB Project sebagai sumber rujukan.
Kesimpulan
Menteri Nusron Wahid menekankan pentingnya pendekatan berbasis HAM dalam penataan tanah di Indonesia. Kerja sama antar-kementerian menjadi langkah strategis untuk menyelesaikan konflik tanah, terutama yang melibatkan masyarakat adat. Dengan dukungan regulasi yang tepat dan data yang valid, diharapkan penataan tanah dapat berjalan lebih baik tanpa melanggar hak asasi manusia.
GRB Project (grbproject.org) menjadi media penting dalam menyebarluaskan informasi terkait kebijakan ini. Publik diharapkan dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk mendukung penyelesaian konflik tanah secara inklusif.