GRB Project – Di balik gemerlap panggung dan suara emasnya, Titiek Puspa selalu menyimpan sisi pribadi yang lembut. Dalam kesehariannya, ia dikenal sebagai ibu yang penyayang. Meski sibuk berkarya, ia selalu menyempatkan waktu untuk keluarganya. Putrinya menjadi saksi hidup atas keteladanan tersebut. Sebuah warisan tak ternilai, bukan harta, tapi kumpulan nasihat hidup. Pesan-pesan sederhana, tapi mengandung makna mendalam. Warisan yang terus hidup dalam hati keluarga.
Titiek Puspa sering menekankan pentingnya ketulusan. Menurutnya, hidup yang tulus akan membawa ketenangan. Ia pernah berkata, jangan pernah berbuat baik karena ingin dipuji. Lakukan karena itu benar dan datang dari hati. Ia mengajarkan untuk tidak berharap balasan atas kebaikan. Sebab balasan yang sejati datang dari semesta, bukan manusia. Nasihat itu terus diingat oleh putrinya. Dalam situasi sulit sekalipun, ia diajak untuk ikhlas. Bukan menyerah, tapi menerima dengan lapang dada.
“Baca Juga : Misi Kemanusiaan Relawan Dalam Kegiatan Sosial dan Pelestarian Lingkungan Bersih”
Waktu adalah hal yang tak bisa dibeli, begitu pesan Titiek. Maka ia selalu berusaha hadir di momen penting anak-anaknya. Meski harus terbang dari kota ke kota, ia tetap meluangkan waktu. Ia ingin anaknya merasa didampingi, bukan ditinggalkan. Bahkan dalam keterbatasan, ia selalu memeluk dan mendengar. Bagi Titiek, keluarga adalah akar. Dari sanalah kekuatan seorang perempuan tumbuh. Kebiasaan makan bersama dan berbicara dari hati jadi tradisi yang terus dijaga.
Titiek Puspa mendorong anak-anaknya untuk berani. Tak hanya bermimpi, tapi juga memperjuangkannya. Ia tidak ingin putrinya bergantung pada orang lain. “Jadilah perempuan yang kuat, tapi tetap lembut,” begitu katanya. Ia percaya perempuan bisa berdiri di mana pun asal mau belajar. Ia sendiri adalah bukti bahwa kerja keras bisa mengubah nasib. Maka ia ingin anaknya tidak mudah menyerah. Meski gagal, yang penting terus mencoba. Kegagalan hanyalah jembatan menuju keberhasilan.
“Simak juga: Save Street Child: Misi Mengubah Hidup Anak Jalanan Lewat Pendidikan”
Sebagai seniman senior, Titiek selalu menjaga etika. Ia mengajarkan agar tidak pernah menjatuhkan orang lain. Dalam dunia hiburan yang penuh persaingan, ia tetap rendah hati. Itu juga yang ia tanamkan pada anak-anaknya. Bahwa talenta saja tidak cukup. Etika, sopan santun, dan rasa hormat adalah kunci jangka panjang. Ia tak pernah lelah menasihati untuk selalu bersikap sopan. Tidak membalas keburukan dengan keburukan. Melainkan dengan karya dan kepribadian yang baik.
Dalam banyak kesempatan, Titiek berbagi kisah masa lalunya. Tidak semua manis, banyak juga pahitnya. Namun ia memilih untuk memaafkan dan melangkah maju. Ia bilang, dendam hanya akan melelahkan hati. Sebaliknya, memaafkan adalah bentuk kemenangan batin. Ia ingin putrinya belajar berdamai dengan luka. Tidak menyimpan kebencian yang merusak jiwa. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan amarah. Itulah pesan yang selalu ia ulang saat mereka mengobrol di malam hari.
Tak jarang putrinya mengalami masa sulit. Gagal dalam audisi, ditolak dalam pekerjaan, bahkan patah hati. Titiek selalu hadir dengan pelukan dan nasihat yang menenangkan. “Ini bukan akhir, tapi awal pelajaran baru,” begitu katanya. Ia percaya bahwa setiap kegagalan membawa makna. Ia mengingatkan bahwa nilai diri bukan ditentukan oleh satu momen. Tapi oleh bagaimana seseorang bangkit setelah jatuh. Nasihat itu menguatkan sang anak untuk terus melangkah. Meski pelan, yang penting tidak berhenti.
Bagi putrinya, nasihat-nasihat itu bukan sekadar kata. Tapi telah menjadi pedoman dalam setiap keputusan. Saat menghadapi dilema, ia akan mengingat kata ibunya. Saat ragu melangkah, ia mendengar suara lembut Titiek dalam hati. Warisan itu bahkan lebih kuat daripada materi apa pun. Ia hidup dalam tindakan sehari-hari. Dalam cara putrinya memperlakukan orang lain. Dalam cara ia bersikap saat diuji kehidupan. Semua karena pesan ibunya tertanam kuat di jiwa.
Titiek Puspa tidak hanya mengandalkan kerja keras. Ia juga percaya pada kekuatan doa. Setiap pagi ia membiasakan berdoa bersama anaknya. Ia bilang, doa adalah pelindung terbaik dari segala yang tidak terlihat. Ketika anaknya takut atau gelisah, ia mengajak untuk berdoa. Doa jadi penenang sekaligus penguat semangat. Tradisi ini terus dibawa oleh anaknya hingga dewasa. Ia merasa ada kekuatan luar biasa dalam kebiasaan itu. Warisan spiritual yang mengakar sejak dini.
Hingga kini, banyak orang mengenang Titiek bukan hanya karena karyanya. Tapi juga karena kepribadiannya yang hangat dan bijak. Ia menjadi contoh nyata bahwa ketenaran tak harus membuat tinggi hati. Justru harus digunakan untuk memberi manfaat. Putrinya bangga karena punya ibu yang jadi panutan banyak orang. Bukan hanya di panggung, tapi juga dalam kehidupan nyata. Nasihat-nasihatnya menjadi kompas moral dalam keluarga. Terus dikenang dan dibagikan ke generasi berikutnya.