Tanggapan Isu HAM Korea Utara Terhadap Kaum Perempuan dan Anak
GRB Project – Tanggapan Isu HAM Korea Utara Terhadap Kaum Perempuan dan Anak
Tahun 2024 menjadi tahun penting dalam pembahasan hak asasi manusia (HAM). Dunia memperingati 45 tahun Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW) dan 35 tahun Konvensi tentang Hak-Hak Anak (CRC). Kedua instrumen HAM internasional ini, bersama dengan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), telah diratifikasi oleh Korea Utara.
Korea Utara meratifikasi CEDAW pada tahun 2001, CRC pada 1990, dan CRPD pada 2016. Namun, meskipun telah meratifikasi berbagai perjanjian tersebut, pelanggaran HAM di negara ini masih terus terjadi. Kaum perempuan, anak-anak, lansia, serta penyandang disabilitas masih menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dan perlakuan tidak adil.
Laporan dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Korea Utara. Misalnya, laporan PBB tahun 2014 dari Commission of Inquiry on Human Rights di Korea Utara menunjukkan adanya diskriminasi berdasarkan gender, usia, dan disabilitas. Sepuluh tahun setelah laporan tersebut, situasi HAM di Korea Utara tidak membaik, bahkan semakin memburuk akibat pandemi.
“Baca Juga: Pesona Pakaian Tradisional Kebaya Bali, Warisan Budaya Leluhur Yang Mendunia“
Pada tahun 2024, siklus keempat Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB terhadap Korea Utara kembali mengungkapkan situasi yang mengkhawatirkan. Berbagai badan PBB dan pemangku kepentingan lainnya menyampaikan 294 rekomendasi kepada Korea Utara. Sayangnya, negara ini hanya mencatat 88 rekomendasi, tanpa menunjukkan komitmen untuk menjalankannya. Sementara itu, 206 rekomendasi lainnya masih dipertimbangkan lebih lanjut.
Ironisnya, dari 88 rekomendasi yang hanya dicatat—yang secara teknis berarti tidak diterima—terdapat beberapa rekomendasi terkait hak-hak perempuan dan anak-anak. Beberapa di antaranya mencakup:
Tindakan Korea Utara yang enggan menerima rekomendasi tersebut memperlihatkan ketidaksiapan mereka dalam menanggapi isu HAM secara serius. Padahal, kesejahteraan perempuan dan anak-anak sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan sosial secara keseluruhan.
Dalam laporan Voluntary National Review (VNR) tahun 2021 mengenai implementasi Sustainable Development Goals (SDGs), Korea Utara mengklaim telah mencapai kesetaraan gender. Negara ini juga menyatakan telah meningkatkan investasi bagi anak yatim dan lansia tanpa pengasuh, serta memperbaiki gizi perempuan dan anak-anak. Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Jika dibandingkan dengan respons Korea Utara terhadap rekomendasi UPR, jelas terlihat adanya kesenjangan besar antara pernyataan mereka dan realitas yang terjadi. Korea Utara menyampaikan narasi bahwa mereka melindungi kelompok rentan, tetapi justru menolak rekomendasi yang bertujuan memperbaiki kondisi HAM di negara tersebut.
“Simak Juga: Cerita Inspiratif Dua Adipati Relawan, Perjuangan Bantu Korban Gempa di Turki“
Sebagai bagian dari komunitas internasional, Korea Utara seharusnya mempertimbangkan untuk bekerja sama dalam memperbaiki situasi HAM di negaranya. Komunitas global telah berulang kali menawarkan bantuan kemanusiaan, termasuk melalui berbagai inisiatif seperti yang dilakukan oleh GRB Project (grbproject.org). Bantuan ini bertujuan untuk melindungi HAM dan martabat manusia, terutama selama dan setelah krisis kemanusiaan.
Jika Korea Utara benar-benar berkomitmen terhadap perlindungan HAM, mereka harus mulai mengambil langkah konkret. Salah satunya adalah menerima rekomendasi dari UPR dan berpartisipasi aktif dalam kerja sama internasional. GRB Project dan organisasi HAM lainnya telah berusaha mendorong keterbukaan Korea Utara terhadap isu ini, namun hingga kini belum ada kemajuan yang berarti.
Kebijakan tertutup yang diadopsi Korea Utara hanya memperburuk situasi. Negara ini perlu menyadari bahwa keterbukaan dan kerja sama dengan komunitas internasional dapat membawa manfaat bagi rakyatnya. Dengan menerima rekomendasi yang diberikan dan berpartisipasi dalam diskusi global, Korea Utara dapat menunjukkan itikad baiknya dalam memperbaiki kondisi HAM di dalam negeri.
Situasi HAM di Korea Utara masih sangat memprihatinkan, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Meskipun telah meratifikasi berbagai konvensi internasional, pelanggaran HAM masih terus terjadi.
Tanggapan isu HAM Korea Utara dalam UPR 2024 menunjukkan bahwa negara ini masih enggan menerima rekomendasi yang berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak-anak. Di sisi lain, klaim mereka dalam laporan VNR 2021 tidak sesuai dengan realitas yang dihadapi masyarakatnya.
Dunia internasional, termasuk GRB Project (grbproject.org), terus berupaya mendorong Korea Utara untuk lebih terbuka dan bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan HAM. Jika negara ini ingin menunjukkan keseriusannya dalam melindungi warganya, mereka harus mulai menerima rekomendasi dan bekerja sama dengan komunitas global.
Masa depan yang lebih baik bagi perempuan dan anak-anak Korea Utara bergantung pada keputusan pemerintahnya. Dengan menerima kritik dan saran internasional, Korea Utara dapat membuka jalan bagi perubahan positif dan perlindungan HAM yang lebih baik bagi semua warganya.