Kasus Band Punk Sukatani soal Lagu 'Bayar, bayar, bayar': Menteri HAM Angkat Bicara
GRB Project – Kasus Band Punk Sukatani: Menteri HAM Tegaskan Kebebasan Tak Boleh Diganggu
Kasus Band Punk Sukatani menjadi sorotan publik setelah lagu mereka, “Bayar, Bayar, Bayar”, menuai kontroversi. Lagu ini mengkritik praktik korupsi di kalangan aparat kepolisian. Akibatnya, band asal Purbalingga ini menghadapi tekanan yang berujung pada permintaan maaf publik dan penarikan lagu tersebut dari peredaran. Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, turut menanggapi peristiwa ini dan menekankan pentingnya kebebasan berekspresi di Indonesia.
“Baca Juga: Beberapa Contoh Pelanggaran HAM Berat Yang Sering Terjadi Disekitar Kita“
Kontroversi Lagu ‘Bayar, Bayar, Bayar’
Sukatani, band punk asal Purbalingga, merilis lagu berjudul “Bayar, Bayar, Bayar” yang mengkritik praktik korupsi di tubuh kepolisian. Lirik lagu tersebut menyoroti fenomena suap dalam berbagai aspek kehidupan yang melibatkan oknum polisi. Setelah lagu ini viral di media sosial, kedua personel Sukatani, Muhammad Syifa Al Lutfi (Alectroguy) dan Novi Citra Indriyaki (Twister Angel), mengunggah video permintaan maaf kepada Kapolri dan institusi Polri. Mereka juga menarik lagu tersebut dari semua platform musik.
Respon Menteri HAM Natalius Pigai
Menteri HAM, Natalius Pigai, menyoroti kasus ini sebagai ancaman terhadap kebebasan berekspresi. Dalam kuliah umum di Medan pada 14 Maret 2025, Pigai menegaskan bahwa kebebasan berekspresi harus dilindungi dan tidak boleh diganggu oleh aparat. Ia juga menyatakan bahwa aparat penegak hukum perlu melakukan koreksi dan perbaikan dengan mengarusutamakan hak asasi manusia.
Pemecatan Vokalis Sukatani sebagai Guru
Selain tekanan terhadap band, Novi Citra Indriyaki, vokalis Sukatani, diberhentikan dari posisinya sebagai guru sekolah dasar di Banjarnegara. Pigai menanggapi kabar ini dengan tegas, menyatakan bahwa jika pemecatan tersebut terkait dengan perannya sebagai vokalis, maka tindakan tersebut harus ditolak. Ia menekankan bahwa pemerintah konsisten memastikan perlindungan dan penghormatan HAM setiap warga negara Indonesia.
“Simak Juga: Kegiatan Relawan Peduli Bekasi dan Cikupa Salurkan Bantuan Korban Banjir“
Reaksi Publik dan Dukungan terhadap Sukatani
Kasus ini memicu reaksi luas dari masyarakat dan pegiat HAM. Amnesty International Indonesia menilai tindakan aparat terhadap Sukatani sebagai bentuk intimidasi yang melanggar kebebasan berekspresi. Mereka menekankan bahwa tanpa paksaan, tidak mungkin Sukatani membuat video permintaan maaf yang ditujukan kepada Kapolri dan pejabat lainnya.
Pentingnya Kebebasan Berekspresi dalam Demokrasi
Kebebasan berekspresi merupakan salah satu pilar utama dalam negara demokrasi. Kasus yang menimpa Sukatani menunjukkan bahwa masih ada tantangan dalam menjamin hak tersebut di Indonesia. Pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai bahwa institusi kepolisian belum siap menerima kritik publik. Hal ini tercermin dari reaksi berlebihan terhadap lagu “Bayar, Bayar, Bayar” yang seharusnya dianggap sebagai bentuk ekspresi dan kritik sosial.
Langkah yang Perlu Diambil
Untuk mencegah kejadian serupa di masa depan, perlu ada upaya bersama dalam meningkatkan pemahaman dan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi. Aparat penegak hukum harus lebih terbuka terhadap kritik dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan institusi. Selain itu, masyarakat perlu terus mendukung seniman dan individu yang berani menyuarakan kebenaran demi terciptanya lingkungan yang lebih demokratis dan bebas.
Peran Media dalam Menyuarakan Kebenaran
Media memiliki peran penting dalam mengawal kasus-kasus seperti yang dialami Sukatani. Portal berita independen seperti GRB Project (grbproject.org) dapat menjadi sumber informasi yang objektif dan terpercaya bagi masyarakat. Dengan adanya media yang bebas dan independen, isu-isu terkait kebebasan berekspresi dapat tersampaikan dengan baik dan mendorong diskusi publik yang sehat.
Kesimpulan
Kasus Band Punk Sukatani dengan lagu “Bayar, Bayar, Bayar” menyoroti tantangan kebebasan berekspresi di Indonesia. Respon Menteri HAM, Natalius Pigai, menunjukkan bahwa pemerintah menyadari pentingnya melindungi hak tersebut. Namun, masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk memastikan bahwa semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi demi kemajuan demokrasi di Indonesia.