GRB Project – Nadiem Makarim yang sebelumnya dikenal sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi kini tengah berada di pusat sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Penetapan ini diumumkan oleh Kejaksaan Agung pada 4 September 2025 dan langsung menghebohkan masyarakat. Tangan Nadiem diborgol serta ia mengenakan rompi tahanan berwarna pink saat digiring keluar dari gedung Kejagung. Kasus yang merugikan negara hingga 1,98 triliun rupiah tersebut disebut sebagai salah satu skandal terbesar di sektor pendidikan. Bersama Nadiem empat orang lain juga ditetapkan sebagai tersangka yaitu Jurist Tan, Ibrahim Arief, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah. Peran mereka dalam kasus ini pun mulai terungkap secara rinci oleh penyidik. Publik terkejut karena kasus yang bermula dari program pengadaan laptop untuk sekolah justru membuka tabir dugaan korupsi yang terstruktur dan sistematis.
Jurist Tan diduga sudah merancang penggunaan Chromebook sejak Agustus 2019 jauh sebelum Nadiem resmi menjabat menteri. Ia disebut membuat grup komunikasi untuk membahas rencana pengadaan teknologi informasi di Kemendikbudristek. Jurist juga melobi pihak tertentu agar Ibrahim Arief ditunjuk sebagai konsultan di Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. Pada awal 2020 pertemuan antara pihak Google dan Kemendikbud terjadi dan menurut keterangan penyidik Nadiem juga hadir dalam pembicaraan tersebut. Jurist diduga aktif mendorong penggunaan Chrome OS pada perangkat sekolah serta mengatur strategi agar keputusan itu terlihat wajar. Dari sini konstruksi kasus mulai menguat karena indikasi pengaturan proyek sejak awal sudah terlihat jelas. Nama Jurist semakin menjadi sorotan ketika sejumlah bukti percakapan serta pertemuan internal ditemukan oleh tim Kejagung.
“Baca Juga : Seni Tari Tradisional sebagai Identitas Khas Bangsa Indonesia”
Ibrahim Arief berperan dalam tahap teknis dengan memengaruhi tim di Kemendikbudristek agar memilih Chrome OS sebagai sistem operasi utama laptop sekolah. Dalam sebuah rapat virtual yang dipimpin langsung oleh Nadiem pada April 2020 Ibrahim mendemonstrasikan keunggulan Chromebook. Penyidik menyebut Ibrahim ikut memastikan hasil kajian teknis keluar sesuai arahannya sehingga proyek pengadaan berjalan sesuai rencana. Pada proses itu dipaparkan pula skema co investment yang ditawarkan Google kepada Kemendikbudristek. Posisi Ibrahim sebagai konsultan memberinya ruang untuk memberikan rekomendasi yang signifikan. Penyidik menyatakan langkah Ibrahim menjadi jembatan penting agar keputusan penggunaan Chromebook bisa diterima secara formal meskipun dalam praktiknya perangkat itu tidak optimal dipakai di sekolah.
Sri Wahyuningsih selaku pejabat di Direktorat SD juga memiliki andil besar. Ia dituduh memberi perintah langsung kepada tim teknis untuk merampungkan kajian penggunaan Chrome OS. Pada 30 Juni 2020 Sri bahkan mengganti pejabat pembuat komitmen karena dianggap tidak sanggup melaksanakan instruksi. Malam hari di tanggal yang sama terjadi pertemuan dengan pihak penyedia untuk mempercepat proses klik e katalog. Sri disebut pula membuat petunjuk pelaksanaan pengadaan yang mengarahkan penggunaan Chromebook. Dari dokumen yang ada terlihat spesifikasi perangkat sudah mengunci pada sistem operasi Chrome OS sehingga tidak membuka kesempatan bagi penyedia lain. Dengan langkah itu pengadaan tahun berikutnya kembali diarahkan agar tetap menggunakan Chromebook. Penyidik menilai tindakan tersebut menjadi bagian dari pola pengaturan sistematis dalam proyek besar yang akhirnya merugikan negara.
“Simak juga: Devit, Siswa Pelosok yang Sukses Masuk ITB dengan Semangat Kolektif”
Mulyatsyah yang menjabat direktur SMP juga tercatat membuat petunjuk teknis untuk pengadaan TIK di sekolah menengah. Ia mengarahkan bawahannya agar memilih perangkat berbasis Chrome OS. Langkah ini disebut sebagai tindak lanjut atas peraturan yang diterbitkan Nadiem pada tahun 2021 mengenai petunjuk operasional dana alokasi khusus. Dari aturan itu terlihat bahwa spesifikasi sudah terkunci pada Chromebook. Penyidik menilai dampaknya sangat besar karena perangkat yang diadakan tidak bisa digunakan secara optimal oleh guru dan siswa. Nadiem sendiri disebut menggelar rapat tertutup dengan pihak Google melalui Zoom dan memberi instruksi langsung agar seluruh pengadaan menggunakan Chromebook. Keputusan yang dibuat kemudian dituangkan dalam regulasi resmi sehingga membuka jalan bagi pengadaan masif. Hal itu diduga menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.