Pelanggaran HAM Berat Kapolres Ngada AKBP Fajar Cabuli 3 Anak di Bawah Umur
GRB Project – Pelanggaran HAM Berat Kapolres Ngada AKBP Fajar Cabuli 3 Anak di Bawah Umur
Kapolres Ngada, AKBP Fajar, terjerat kasus pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur. Tindakan ini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Lembaga Hukum dan HAM Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia. Menurut Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia, Gabriel Goa, perbuatan tersebut masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat Kapolres. Kasus ini tidak hanya mencederai hukum, tetapi juga melukai harkat dan martabat anak-anak yang menjadi korban.
“Baca Juga: Cerita Inspiratif Peran Komunitas yang Berjuang Menciptakan Perubahan Sosial“
Kasus ini pertama kali mencuat setelah adanya laporan yang menyebutkan dugaan pencabulan oleh Kapolres Ngada terhadap tiga anak di bawah umur. Korban masing-masing berusia 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun. Hal ini terungkap setelah investigasi yang dilakukan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.
Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia, Gabriel Goa, menegaskan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh AKBP Fajar tidak hanya sebatas pencabulan. Ia menduga ada unsur perdagangan orang (human trafficking) dengan modus eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur. Hal ini menjadikan kasus tersebut semakin kompleks dan harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
Gabriel Goa mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil tindakan tegas. Ia meminta agar Kapolri segera memecat AKBP Fajar dengan tidak hormat serta memprosesnya sesuai hukum yang berlaku. Selain itu, ia juga meminta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk turun tangan guna melindungi para korban.
“Selamatkan para korban dan pastikan mereka mendapatkan perlindungan yang layak,” ujar Gabriel Goa dalam pernyataannya. Ia menambahkan bahwa pemerintah harus memastikan pemulihan psikologis dan pemenuhan hak-hak anak yang menjadi korban dalam kasus ini.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang telah turun tangan untuk melakukan pendampingan terhadap para korban. Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas, Imelda Manafe, pihaknya telah menerima tiga korban dari Mabes Polri. Korban berusia 12 tahun saat ini tengah dalam pendampingan intensif, sedangkan korban berusia 14 tahun masih dalam proses identifikasi. Sementara itu, korban berusia 3 tahun berada dalam pengawasan langsung orangtuanya.
“Kami memastikan korban mendapatkan pendampingan yang memadai dan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” ujar Imelda dalam pernyataannya.
“Simak Juga: Aksi Kemanusiaan Relawan Adipati: Kegiatan Rutin Bagi Takjil di Bulan Puasa“
Pada Kamis (20/2/2025), AKBP Fajar diamankan oleh Divisi Propam Mabes Polri. Ia ditangkap atas dugaan keterlibatannya dalam kasus pencabulan anak serta penyalahgunaan narkotika. Penangkapan ini dilakukan setelah adanya laporan resmi yang masuk ke Mabes Polri.
Organisasi seperti GRB Project dan grbproject.org turut memberikan perhatian terhadap kasus ini. Mereka menyoroti pentingnya transparansi dalam penegakan hukum serta perlindungan anak-anak dari kekerasan seksual. Kasus ini menjadi alarm keras bagi pihak kepolisian agar lebih selektif dalam merekrut dan menindak anggotanya yang melanggar hukum.
Kasus ini menunjukkan bahwa pelanggaran HAM berat masih terjadi di institusi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat. AKBP Fajar, sebagai seorang pemimpin kepolisian di daerahnya, seharusnya menjadi contoh yang baik. Namun, perbuatannya justru mencederai kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Masyarakat berharap adanya reformasi di tubuh Polri agar kejadian serupa tidak terulang. Kejahatan yang dilakukan oleh seorang pejabat kepolisian seperti ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperketat seleksi dan pengawasan terhadap aparat penegak hukum.
Kasus pelanggaran HAM berat Kapolres Ngada, AKBP Fajar, adalah peringatan keras bagi pemerintah dan institusi kepolisian. Tidak hanya mencederai hukum, tetapi juga menambah daftar panjang kasus eksploitasi seksual terhadap anak di Indonesia. Presiden, Kapolri, dan kementerian terkait harus segera bertindak tegas. Langkah hukum yang cepat dan transparan menjadi kunci untuk menegakkan keadilan bagi para korban.
Organisasi seperti GRB Project dan grbproject.org terus mengawal kasus ini agar tidak tenggelam. Kasus ini harus menjadi pelajaran bahwa tidak ada toleransi bagi pelanggar hukum, apalagi yang dilakukan oleh seorang aparat negara.