GRB Project – Beberapa Faktor Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan
Setiap tanggal 8 Maret, dunia memperingati Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day/IWD). Pada tahun ini, kampanye IWD mengusung tema #breakthebias (mematahkan bias). Tema ini bertujuan mendukung terciptanya dunia yang bebas dari bias, stereotip, dan diskriminasi. Dunia yang beragam, setara, dan inklusif hanya dapat terwujud jika kesetaraan gender dihormati dan dijalankan. Bias dalam konteks gender mengacu pada kepercayaan atau pandangan yang didasarkan pada stereotip terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan jenis kelamin. Bias ini dapat memengaruhi perlakuan yang diterima laki-laki dan perempuan.
Faktor kesetaraan gender di bidang pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang lebih adil. Meskipun partisipasi perempuan dalam pendidikan tinggi telah meningkat, hal itu belum diikuti dengan partisipasi yang setara dalam dunia kerja. Laporan World Bank menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang bekerja di sektor informal dengan produktivitas rendah. Beberapa faktor penyebabnya adalah pernikahan dini dan pembagian tanggung jawab pengasuhan anak yang tidak seimbang. Faktor-faktor ini membuat kesetaraan gender sulit tercapai secara optimal.
“Baca Juga: Perlindungan HAM Adalah Cerminan Bangsa Yang Berbudaya“
Hak Setara dalam Pendidikan
Kesetaraan gender dalam pendidikan dapat diwujudkan melalui tiga aspek utama, yaitu hak untuk mendapatkan pendidikan, hak dalam proses pendidikan, dan hak atas hasil pendidikan. Hak untuk mendapatkan pendidikan telah cukup berkembang, terlihat dari partisipasi perempuan dalam pendidikan formal yang semakin meningkat. Namun, hak dalam proses pendidikan dan hak atas hasil pendidikan masih memerlukan banyak pembenahan.
Banyak buku teks pelajaran yang masih memperlihatkan bias gender. Sebuah studi yang dilakukan di Indonesia dan beberapa negara muslim lainnya menemukan bahwa penggambaran peran perempuan dan laki-laki dalam buku teks masih bias. Perempuan sering kali digambarkan dalam konteks pekerjaan domestik, sementara laki-laki digambarkan dalam konteks profesional. Hal ini memperkuat stereotip gender di lingkungan pendidikan.
Stereotip gender ini berpotensi memengaruhi pilihan karier perempuan dan laki-laki. Perempuan yang memilih karier di bidang yang dianggap ‘maskulin’ mungkin menghadapi sanksi sosial atau penolakan dari lingkungannya. Oleh karena itu, perlu ada upaya serius untuk menghapus bias gender dalam proses pendidikan. Salah satu langkahnya adalah dengan merevisi materi ajar dan buku teks agar lebih mencerminkan kesetaraan gender. Proyek GRB Project dapat menjadi referensi dalam mengembangkan kebijakan berbasis gender di dunia pendidikan.
Hak Setara atas Hasil Pendidikan
Hak atas hasil pendidikan yang berkeadilan memerlukan lebih banyak perhatian. Kesetaraan gender harus diwujudkan tidak hanya dalam proses pembelajaran, tetapi juga dalam hasil akhir yang diperoleh. Hal ini meliputi kesempatan kerja, pilihan karier, dan akses terhadap infrastruktur pendukung. Norma-norma yang mengatur peran perempuan dalam masyarakat dan di lingkungan domestik perlu diubah. Perempuan harus memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mengakses pekerjaan yang layak, menerima upah yang setara, dan mendapatkan pengasuhan anak yang memadai saat bekerja.
Negara-negara Nordik sering dianggap sebagai contoh kesetaraan gender yang berhasil diwujudkan. Model kesetaraan gender mereka meliputi kesetaraan dalam akses pendidikan, kesetaraan upah sesuai dengan nilai pekerjaan, keseimbangan peran gender dalam rumah tangga, dan partisipasi gender yang seimbang di pasar kerja. Proses ini dimulai dari lembaga pendidikan, di mana pembelajaran mengenai peran domestik yang seimbang telah diterapkan. Di Finlandia, misalnya, siswa laki-laki dan perempuan sama-sama belajar tentang keterampilan rumah tangga melalui mata pelajaran home economics.
Selain itu, kebijakan pendidikan anak usia dini (PAUD) juga memainkan peran penting dalam mendukung kesetaraan gender. Di Finlandia, pemerintah menyediakan fasilitas PAUD yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh rumah tangga. Hal ini memungkinkan orang tua, baik laki-laki maupun perempuan, untuk tetap bekerja tanpa khawatir tentang pengasuhan anak. Di Indonesia, salah satu contoh penerapan kebijakan ini dapat dilihat di Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, Aceh. PAUD di sekolah ini dikelola bersama oleh pihak sekolah dan koperasi karyawan sejak 2012. Program ini membantu guru, baik laki-laki maupun perempuan, mendapatkan dukungan pengasuhan anak yang memadai.
“Simak Juga: Relawan Pemuda, Wadah Komunitas Dalam Kegiatan Sosial“
Langkah-langkah Mewujudkan Kesetaraan Gender di Pendidikan
Kesimpulan
Kesetaraan gender dalam pendidikan bukan hanya tentang akses terhadap pendidikan, tetapi juga tentang proses dan hasil pendidikan yang adil. Dibutuhkan upaya bersama dari pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan media. Peran proyek-proyek seperti GRB Project sangat penting dalam membangun kebijakan berbasis gender yang lebih kuat. Dengan adanya pembaruan kurikulum, kebijakan pendidikan PAUD, dan perubahan norma sosial, kesetaraan gender dapat terwujud mulai dari lingkungan pendidikan. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan generasi yang lebih inklusif, setara, dan bebas dari bias gender.